Monday 14 November 2016

Orang jujur disayang Allah

 Orang jujur disayang Allah 

Apakah kamu ingin disayang Allah? Jawabannya, tentu saja “ya”.

Pertama, jujur kepada Allah. Ciri-cirinya selalu mentaati perintah Allah di mana pun dan kapan pun
Kedua, jujur kepada diri sendiri. Lihat
Pada saat melakukan inspeksi mendadak di SD Negeri 10 Pagi, Jakarta, pada hari Senin (6/5/2013), pak Nuh berkata: “Saya berharap para guru menjalankan dengan baik tugasnya. Anak-anak juga dapat konsentrasi dan mengerjakan soal dengan jujur.Siapa pak Nuh? Pak Nuh adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Pak Nuh berharap sikap jujur harus dibiasakan, karena kejujuran dapat meningkatkan prestasi dan percaya diri.
Bagaimana dengan ketidakjujuran?
Perilaku tidak jujur dapat mendatangkan petaka. Contoh, bagi siswa yang menyontek ketika ujian, mereka akan dinyatakan tidak lulus.

Ketiga, jujur kepada orang lain. Lihat Gambar 3.3.
Semua orang pasti pernah berjanji. Misalnya, seorang siswa berjanji kepada bapak/ibu gurunya akan menyerahkan tugas PR pada hari dan tanggal tertentu. Bila siswa tersebut memenuhi janjinya dengan senang hati, maka gurunya pun akan senang dan memberikan pujian. Apa yang terjadi jika siswa tersebut tidak menepati janjinya?Tuliskan jawabanmu pada buku catatan dan tunjukkan kepada gurumu.
1.      Hormat dan Patuh kepada Orang tua.
Orang tua terdiri atas ayah dan ibu. Dari pernikahan mereka lahirlah anak yaitu “kita”. Mulai dari dalam kandungan selama sembilan bulan lamanya hingga kini besar, merekalah yang mengasuh, membimbing, mem-beri makan-minum dan pakaian, mendidik, serta menyuruh meng-aji dan menyekolahkan. Dalam membesarkan anaknya, mereka menghadapi berbagai masalah dalam kehidupan. Maka dari itu mereka pun berdoa “ya Allah jadikanlah anakku ini orang £al³h yang taat kepada-MU dan patuh kepada orangtuanya, serta berguna bagi bangsa dan negara”.
Begitulah harapan ayah-ibu kita. Mereka tak pernah berhenti berdoa agar anaknya berperilaku saleh. Jasa mereka tidak akan pernah dapat dibalas. Oleh karena itu sudah sepantasnyalah kita sebagai anak menaruh hormat, setia dan patuh kepada mereka.


Anak-anakku, terima kasih atas kepatuhan dan keikhlasan kalian telah ikut bergotong royong. Berarti kalian sudah mematuhi ajakan gurumu.
Gotong royong dapat mempermudah dan memperingan pekerjaan.
Anak yang hormat dan patuh tentu disayang Allah Swt.

2.      Hormat dan Patuh kepada Guru

Ibu guru mengajak murid-muridnya bergotong royong. Mereka pun melakukannya secara bersama-sama. Setelah mereka selesai bekerja, ibu guru menyampaikan ucapan sebagai berikut.

Ø  Anak-anakku, terima kasih atas kepatuhan dan keikhlasan kalian telah ikut bergotong royong. Berarti kalian sudah mematuhi ajakan gurumu.
Ø  Gotong royong dapat mempermudah dan memperingan pekerjaan.
Ø  Anak yang hormat dan patuh tentu disayang Allah Swt.


Mengapa Harus Hormat dan Patuh Kepada Guru?
Guru adalah pengganti orang tua di sekolah. Banyak hal yang dapat kita peroleh dari guru, terutama mendapat ilmu pengetahuan dan keteladanan. Guru telah megajari dan membimbing kita beribadah dan membaca al-Qur’ān, berbahasa yang baik, berhitung, bergaul, mengenal lingkungan alam, mengenal seni dan sebagainya. Selain itu, ia juga mengasuh, membimbing, memperhatikan, menjaga muridnya selama berada di sekolah. Begitulah jasa mereka kepada kita. Sudah seharusnya kita bersikap setia, hormat dan patuh kepada mereka.
Contoh-contoh sikap hormat kepada guru: berbicara dengan sikap santun, berbahasa yang baik dan benar, rendah hati, tidak sombong dan tidak merasa lebih pintar.


1.      Hormat dan Patuh kepada Guru.
 Ibu guru mengajak murid-muridnya bergotong royong. Mereka pun melakukannya secara bersama-sama. Setelah mereka selesai bekerja, ibu guru menyampaikan ucapan sebagai berikut.

C.      Indahnya saling menghargai
Semua manusia di dunia ini bermula dari Ādam a.s. Kemudian manusia berkembang, di antaranya adalah “kita”. Allah Swt. menciptakan manusia itu berbagai macam bentuk dan warna, ada yang putih, ada yang hitam, tinggi, rendah, berambut keriting, berambut lurus, dan terlihat tidak ada yang serupa. Demikian pula kehidupan manusia, ada yang kaya, dan ada yang miskin. Bangsa Indonesia misalnya, terdiri dari beragam suku, agama dan adat istiadat. Lalu, bagaimana kita hidup ditengah-tengah keberagaman itu? Tentu saja kita harus saling menghargai.
Sikap saling menghargai antara lain sebagai berikut.
1.       Menghargai Pendirian Orang Lain

Di dalam agama Islam terdapat sedikit perbedaan dalam beribadah. Misalnya dalam ibadah salat subuh, ada yang melakukan doa qunūt dan ada yang tidak melakukannya. Semua itu tergantung pada pendirian masing-masing. Pendirian inilah yang harus kita hargai, karena semua ada tuntunannya. Yang terpenting adalah dilaksanakannya £alat £ubuh sesuai dengan tutunan Islam yang diyakininya. Mereka yang ber-qunut dan yang tidak ber-qunūt tetap saja sah £alat £ubuh-nya.
2.       Menghargai Keyakinan Orang Lain

Ahmad bertempat tinggal satu lingkungan dengan Stevanus. Mereka juga belajar di sekolah yang sama. Ahmad beragama Islam, sedangkan Stevanus beragama Kristen. Dalam berteman mereka selalu rukun, dan saling menghargai sekali pun berbeda agama.
Di pagi hari Minggu mereka selalu bermain bola dengan teman-temannya yang lain. Namun pada suatu pagi Stevanus menghampiri Ahmad dan minta maaf karena tidak dapat bermain bersamanya. Ayah Stevanus mengajaknya pergi ke Gereja. Ahmad tidak mempersoalkannya, dan menghargai sikap Stevanus untuk pergi ke Gereja bersama ayahnya.
1.       Menghargai Pendapat Orang Lain

Pada hari Selasa, siswa kelas lima belajar kelompok membahas tentang “Sikap anak terhadap orang tua, yaitu ayah dan ibu”. Siswa kelas lima dibagi menjadi lima kelompok. Kelompok satu dipimpin oleh Ahmad, sedangkan anggotanya adalah Iwan, Habibi, Dino, Ira, Nisa, dan Ilham.
Dalam belajar kelompok, ma-sing-masing siswa mengemu-kakan pendapatnya tentang bagaimana seharusnya bersikap terhadap orang tua. Sebagai contoh dalam belajar kelompok yang dipimpin oleh Ahmad, Nisa mengatakan: “Harus ikut membantu pekerjaan rumah”. Habibi mengatakan: “Tidak boleh keluar rumah tanpa seijin orang tua”. Dan Ilham mengatakan: “Di rumah tugasku hanya belajar saja’. Kemudian Iwan mengatakan: “Yang penting aku tidak boleh meninggalkan salat dan mengaji”.
Ahmad sebagai pimpinan diskusi cukup bijaksana. Semua pendapat dihargai dan dihimpunnya secara tertulis. Kemudian ia mengajak teman-teman sekelompoknya merangkum berbagai pendapat tersebut. 

No comments: