Orang
jujur disayang Allah
Apakah kamu ingin disayang Allah?
Jawabannya, tentu saja “ya”.
Pertama,
jujur kepada Allah. Ciri-cirinya selalu mentaati perintah Allah di mana pun dan
kapan pun
Kedua,
jujur kepada diri sendiri. Lihat
Pada saat melakukan inspeksi mendadak di SD Negeri
10 Pagi, Jakarta, pada hari Senin (6/5/2013), pak Nuh berkata: “Saya
berharap para guru menjalankan dengan baik tugasnya. Anak-anak juga dapat
konsentrasi dan mengerjakan soal dengan jujur.” Siapa pak Nuh? Pak
Nuh adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Pak Nuh
berharap sikap jujur harus dibiasakan, karena kejujuran dapat meningkatkan
prestasi dan percaya diri.
Bagaimana dengan ketidakjujuran?
Perilaku tidak
jujur dapat mendatangkan petaka. Contoh, bagi siswa yang menyontek ketika
ujian, mereka akan dinyatakan tidak lulus.
Ketiga, jujur kepada orang
lain. Lihat Gambar 3.3.
Semua orang pasti pernah
berjanji. Misalnya, seorang siswa berjanji kepada bapak/ibu gurunya akan
menyerahkan tugas PR pada hari dan tanggal tertentu. Bila siswa tersebut
memenuhi janjinya dengan senang hati, maka gurunya pun akan senang dan
memberikan pujian. Apa yang terjadi jika siswa tersebut tidak menepati
janjinya?Tuliskan jawabanmu pada buku catatan dan tunjukkan kepada gurumu.
1. Hormat dan Patuh kepada Orang tua.
Orang tua terdiri atas ayah dan
ibu. Dari pernikahan mereka lahirlah anak yaitu “kita”. Mulai dari dalam
kandungan selama sembilan bulan lamanya hingga kini besar, merekalah yang mengasuh,
membimbing, mem-beri makan-minum dan pakaian, mendidik, serta menyuruh meng-aji
dan menyekolahkan. Dalam membesarkan anaknya, mereka menghadapi berbagai
masalah dalam kehidupan. Maka dari itu mereka pun berdoa “ya Allah jadikanlah
anakku ini orang £al³h yang taat
kepada-MU dan patuh kepada orangtuanya, serta berguna bagi bangsa dan negara”.
Begitulah harapan ayah-ibu kita. Mereka tak pernah berhenti
berdoa agar anaknya berperilaku saleh. Jasa mereka tidak akan pernah dapat
dibalas. Oleh karena itu sudah sepantasnyalah kita sebagai anak menaruh hormat,
setia dan patuh kepada mereka.
Anak-anakku, terima kasih atas
kepatuhan dan keikhlasan kalian telah ikut bergotong royong. Berarti kalian
sudah mematuhi ajakan gurumu.
Gotong royong dapat mempermudah dan
memperingan pekerjaan.
Anak yang hormat
dan patuh tentu disayang Allah Swt.
2.
Hormat
dan Patuh kepada Guru
Ibu guru mengajak
murid-muridnya bergotong royong. Mereka pun melakukannya secara bersama-sama.
Setelah mereka selesai bekerja, ibu guru menyampaikan ucapan sebagai berikut.
Ø Anak-anakku, terima kasih atas kepatuhan dan
keikhlasan kalian telah ikut bergotong royong. Berarti kalian sudah mematuhi
ajakan gurumu.
Ø Gotong royong dapat mempermudah dan
memperingan pekerjaan.
Ø Anak yang hormat dan patuh tentu
disayang Allah Swt.
Mengapa
Harus Hormat dan Patuh Kepada Guru?
Guru adalah
pengganti orang tua di sekolah. Banyak hal yang dapat kita peroleh dari guru,
terutama mendapat ilmu pengetahuan dan keteladanan. Guru telah megajari dan membimbing
kita beribadah dan membaca al-Qur’ān, berbahasa yang baik, berhitung,
bergaul, mengenal lingkungan alam, mengenal seni dan sebagainya. Selain itu, ia
juga mengasuh, membimbing, memperhatikan, menjaga muridnya selama berada di
sekolah. Begitulah jasa mereka kepada kita. Sudah seharusnya kita bersikap
setia, hormat dan patuh kepada mereka.
Contoh-contoh sikap hormat
kepada guru: berbicara dengan sikap santun, berbahasa yang baik dan benar,
rendah hati, tidak sombong dan tidak merasa lebih pintar.
1.
Hormat dan
Patuh kepada Guru.
Ibu guru
mengajak murid-muridnya bergotong royong. Mereka pun melakukannya secara
bersama-sama. Setelah mereka selesai bekerja, ibu guru menyampaikan ucapan
sebagai berikut.
C.
Indahnya
saling menghargai
Semua
manusia di dunia ini bermula dari Ādam a.s.
Kemudian manusia berkembang, di antaranya adalah “kita”. Allah Swt. menciptakan
manusia itu berbagai macam bentuk dan warna, ada yang putih, ada yang hitam,
tinggi, rendah, berambut keriting, berambut lurus, dan terlihat tidak ada yang
serupa. Demikian pula kehidupan manusia, ada yang kaya, dan ada yang miskin.
Bangsa Indonesia misalnya, terdiri dari beragam suku, agama dan adat istiadat.
Lalu, bagaimana kita hidup ditengah-tengah keberagaman itu? Tentu saja kita
harus saling menghargai.
Sikap saling menghargai antara lain sebagai
berikut.
1.
Menghargai
Pendirian Orang Lain
Di dalam agama Islam terdapat sedikit
perbedaan dalam beribadah. Misalnya dalam ibadah salat subuh, ada yang
melakukan doa qunūt dan ada yang tidak melakukannya. Semua itu
tergantung pada pendirian masing-masing. Pendirian inilah yang harus kita
hargai, karena semua ada tuntunannya. Yang terpenting adalah dilaksanakannya £alat £ubuh sesuai dengan
tutunan Islam yang diyakininya. Mereka yang ber-qunut dan yang tidak
ber-qunūt tetap saja sah £alat £ubuh-nya.
2.
Menghargai
Keyakinan Orang Lain
Ahmad bertempat tinggal satu lingkungan dengan Stevanus. Mereka
juga belajar di sekolah yang sama. Ahmad beragama Islam, sedangkan Stevanus
beragama Kristen. Dalam berteman mereka selalu rukun, dan saling menghargai
sekali pun berbeda agama.
Di pagi hari Minggu mereka selalu bermain bola dengan
teman-temannya yang lain. Namun pada suatu pagi Stevanus menghampiri Ahmad dan
minta maaf karena tidak dapat bermain bersamanya. Ayah Stevanus mengajaknya
pergi ke Gereja. Ahmad tidak mempersoalkannya, dan menghargai sikap Stevanus
untuk pergi ke Gereja bersama ayahnya.
1.
Menghargai
Pendapat Orang Lain
Pada
hari Selasa, siswa kelas lima belajar kelompok membahas tentang “Sikap anak
terhadap orang tua, yaitu ayah dan ibu”. Siswa kelas lima dibagi menjadi lima
kelompok. Kelompok satu dipimpin oleh Ahmad, sedangkan anggotanya adalah Iwan,
Habibi, Dino, Ira, Nisa, dan Ilham.
Dalam belajar kelompok, ma-sing-masing siswa
mengemu-kakan pendapatnya tentang bagaimana seharusnya bersikap terhadap orang
tua. Sebagai contoh dalam belajar kelompok yang dipimpin oleh Ahmad, Nisa
mengatakan: “Harus
ikut membantu pekerjaan rumah”. Habibi mengatakan: “Tidak boleh keluar
rumah tanpa seijin orang tua”. Dan Ilham mengatakan: “Di rumah tugasku
hanya belajar saja’. Kemudian Iwan mengatakan: “Yang penting aku tidak
boleh meninggalkan salat dan mengaji”.
Ahmad sebagai
pimpinan diskusi cukup bijaksana. Semua pendapat dihargai dan dihimpunnya
secara tertulis. Kemudian ia mengajak teman-teman sekelompoknya merangkum
berbagai pendapat tersebut.
No comments:
Post a Comment